Tulisan ini dibuat dalam rangka Hari Disabilitas International yang diselenggarakan secara rutin pada tanggal 3 Desember. Kebetulan akhir-akhir ini saya terlibat dalam persiapan perayaan tersebut bersama rekan-rekan konsultan, warga desa, dan OPD di salah satu kabupaten di Provinsi DI. Yogyakarta.
Beberapa hari yang lalu, saya menerima catatan menarik dari rekan-rekan OPD (Organisasi Penyandang Disabilitas) terkait dengan perayaan ini yang selanjutnya menjadi inti dari tulisan dibawah ini.
Mendorong Inklusif untuk Semua
Ada beberapa isu penting yang sangat berpengaruh dalam mendorong pembangunan inklusifi dengan melalui pintu kelompok penyandang disabilitas. Pertama, aktor penyandang disabilitas dimana harus ada penyandang disabilitas (individu atau komunitas) yang dikuatkan untuk menembus dinding “pengabaian sosial”, baik di keluarga, masyarakat hingga institusi dimana dia berada. Disinilah pentingnya pengorganisasian penyandang disabilitas yang menjadi agen pendorong terwujudnya inklusi sosial.
Kedua, penerimaan dan penghargaan bagi penyandang disabilitas dimana sejauh ini masih seringkali penyandang disabilitas menjadi obyek stigma yang berujung pada penolakan dan peminggiran secara sosial. Dengan demikian, membangun inklusi sosial juga harus mempertimbangkan penguatan perspektif serta penerimaan terhadap penyandang disabilitas.
Ketiga, isu keterlibatan dan partisipasi penyandang disabilitas sangat dibutuhkan karena hanya penyandang disabilitas yang memahami kebutuhan mereka. Dan Keempat, pelembagaan gagasan dimana penyandang disabilitas tidak lagi dilihat sebagai masalah, melainkan aset yang mempunyai nilai setara dengan non penyandang disabilitas. Regulasi dan instrumen kepengaturan lainnya mutlak dibutuhkan agar praktik inklusi sosial penyandang disabilitas menjadi sebuah kenyataan.
Mengapa Inklusif?
Kenyataan bahwa mayoritas semua warga, termasuk didalamnya kelompok rentan (anak, perempuan, penyandang disabilitas, pekerja migran, masyarakat adat, minoritas etnis, pemeluk agama, dan orang dengan perbedaan orientasi seksual) masih mendapatkan stigma negatif dan peminggiran dimana mereka tinggal.
Di Indonesia, penghargaan terhadap keberagaman yang ada dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah mendarah daging bagi setiap insan warga Indonesia. Hal ini menyadarkan bagi kita pentingnya keberagaman diantara kita. Soal Bhinneka Tunggal ika, Barack Obama sempat mengatakan: “Semangat negara ini adalah toleransi. Semangat itu adalah salah satu pembeda Indonesia, karakter penting yang harus dicontoh semua negara melalui Bhinneka Tunggal Ika”
Bahwa inklusif dijamin oleh Pancasila, UUD 1945, Undang-undang Nomor 19 tahun 2011 Tentang Pengesahan ratifikasi Konvensi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Seputar Gagasan dibangunnya Program Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Perdesaan yang Inklusif
Pada salah satu program pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di Indonesia, teman-teman dari Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) mengatakan bahwa gagasan pentingnya sebuah program pembangunan air minum dan sanitasi agar inklusif adalah:
- Keberadaan nilai dominan masyarakat dalam memandang seorang/sekelompok orang merupakan bagian penting yang berpengaruh dalam menciptakan inklusi sosial
- Persepsi yang mendasari sikap yang berdampak pada pola hubungan sosial yang terbangun
- Kebijakan yang ada baik dari pusat hingga daerah mendorong terwujudnya pembangunan air minum dan sanitasi yang inklusif
- Kondisi geografis, demografi serta infrastruktur dan lingkungan sosial.
Strategi Rintisan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Perdesaan yang Inklusif
Pada penerapan gagasan agar inklusif, perlunya membangun perspektif pada internal pengelola program pembangunan agar berpihak pada kelompok rentan, khususnya pada penyandang disabilitas (karena memiliki kerentanan dalam mobilitas yang lebih). Sebenarnya hal ini sudah sejak awal dilakukan, terlebih bahwa pendekatan pembangunan air minum dan sanitasi memang diperuntukkan oleh semua.
Intervensi kepada pemegang kebijakan telah berhasil mendorong pengarusutamaan inklusi dalam perencanaan, implementasi maupun evaluasi yang ramah penyandang disabilitas. Hal ini juga perlu didorong bahwa pembangunan harus mengedepankan pendekatan berbasis aset. Pembangunan air minum dan sanitasi perdesaan memiliki aset yang dapat diandalkan, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya, bukan lagi sebagai beban.
Indikator Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Perdesaan yang Inklusif
Indikator ini bukanlah indikator seperti key performance indicator yang dipasang dalam proyek, namun ini merupakan buah pemikiran dari rekan-rekan OPD. Beruntungnya bahwa rekan-rekan OPD sangat proaktif dan responsif memberikan masukan bagi proses perjalanan pembangunan air minum dan sanitasi perdesaan menuju inklusif. Mereka memunculkan indikator-indikator inklusif, seperti dibawah ini:
- Aksesibilitas fasilitas publik (kran/hidran umum, jamban sekolah, sarana cuci tangan pakai sabun) harus dapat dijangkau oleh semua, didalamnya penyandang disabilitas dan warga dengan keterbatasan gerak.
- Semua warga merasa aman, nyaman, mandiri dalam menggunakan fasilitas bangunan air minum dan sanitasi, tidak ada proteksi apapun.
- Lingkungan sosial yang positif, artinya masyarakat memiliki sensitifitas dan perspektif terhadap semua warga terlebih penyandang disabilitas.
- Partisipasi dari warga penyandang disabilitas dan warga dengan keterbatasan gerak.
Nah, selanjutnya mari kita evaluasi dan monitor, apakah program pembangunan air minum dan sanitasi yang masih berjalan ini sudah inklusif atau belum
Salam,
Trimo Pamudji Al Djono (Ketua Yayasan IPEHIJAU dan Konsultan Pemberdayaan Masyarakat di Lembaga Pembangunan)
Tulisan diatas sebagian kontribusi dari Sdri. Nuning Lestari (Yayasan Ciqal, Yogyakarta), diberikan dalam rangka perayaan Hari Disabilitas International di Program PAMSIMAS.