Desain universal dan akses universal
Jika kita hanya mengkaji sebuah perencanaan teknis pada bangunan yang mengacu pada standard umum yang dipersyaratkan, maka hal itu tidak cukup untuk membuat bangunan tersebut mempunyai standard universal (selanjutnya disebut Desain Universal). Namun bangunan seperti itu hanya perlu selangkah lagi untuk menjadi bangunan yang universal. Apa itu?
Desain universal atau desain inklusif merupakan desain yang memungkinkan orang yang paling tidak bisa menggunakan (misal pada penyandang disabilitas) menjadi bisa menggunakan fungsi dari bangunan secara optimal. Maka terdapat banyak teori menyatakan bahwa jika penyandang disabilitas mudah memperoleh manfaat secara optimal atas fungsi layanan bangunan tersebut, maka orang lain pun ikut merasakan kemudahannya. Inilah yang selanjutnya dijadikan acuan dalam penerapan desain universal.
Pada pelatihan mengenai penyandang disabilitas, seorang trainer (yang juga penyandang disabilitas) mengatakan bahwa sebanyak 80% penduduk yang tinggal di desa adalah penyandang disabilitas. Mereka ini kebanyakan adalah warga miskin. Dan…. ternyata warga miskinlah yang paling besar potensinya menjadi penyandang disabilitas. Mereka tidak mungkin ditinggal begitu saja untuk tidak memperolah layanan yang sama dengan warga biasa. Tuntutan bahwa setiap warga negara mempunyai hak sama memperoleh pelayanan dan perlindungan yang layak haruslah terpenuhi, terlebih jika bicara mengenai bagaimana cita-cita mewujudkan akses universal 100%.
Data di sebuah program pembangunan air minum dan sanitasi pedesaan mencatat bahwa di setiap desa ditemukan sejumlah penyandang disabilitas* dengan berbagai kriteria disabilitas yang dipahami oleh para pelaku. Sehingga hal ini dianggap penting dan menjadi perhatian serius terkait bagaimana desain universal dapat segera diterapkan di desa-desa penerima program untuk membantu mereka memperoleh hak yang sama dalam hal pelayanan atas fungsi prasarana dan sarana. Mengenai apakah para penyandang disabilitas dilibatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat, tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pelaku pemberdayaan masyarakat.
Spektrum luas desain universal
Setiap orang saling bertanggung jawab untuk mengupayakan dan menyediakan kemudahan (aksesibel) berupa bantuan layanan dan sarana agar masing-masing di antara kita dapat terpenuhi kebutuhannya, dapat melaksanakan kewajiban, dan mendapatkan haknya. Pada desain universal, kemudahan tersebut harus dapat diwujudkan dalam bentuk prasarana dan sarana yang dapat digunakan oleh sejumlah orang (secara rasional), dibangun secara estetika dan digunakan semaksimal mungkin oleh semua orang (tanpa perlu adaptasi khusus), terlepas dari usia mereka, kemampuan, atau status dalam kehidupan.
Pada desain universal dikenal pertimbangan spectrum luas pengguna, bahwa kemampuan manusia yang berbeda-beda, usia, kondisi kesehatan (health conditions), keterbatasan (disability), visual (vision), pendengaran (hearing), berpikir (thinking), komunikasi (communication), bergerak (locomotion), jangkauan (reach), rentangan (stretch), ketangkasan (dexterity), kebiasaan dan latar belakang budaya (behavioural and cultural backgrounds). Pertimbangan-pertimbangan inilah yang menjadi tuntutan pada penerapan teknis desain universal di sejumlah prasarana dan sarana yang harus dibangun oleh pelaku program bersama masyarakat.
Sebenarnya kita dengan mudah melihat apakah sebuah bangunan sudah menerapakan prinsip-prinsip desain universal. Sebagai contoh, sebuah jamban di sekolah menyediakan pegangan tangan (hand railing) disekeliling kamar mandi (wc) untuk membantu siswa lumpuh kaki mudah buang air besar, atau perlunya dibangun ramp pada sejumlah kran umum, dsbnya. Contoh lain adalah pemasangan tegel khusus yang diperuntukan bagi mereka yang mengalami kebutaan (low vision) untuk dapat menuntun ke sejumlah prasarana dan sarana yang sudah dibangun. Contoh-contoh lain sangat banyak dan mudah untuk ditiru guna diterapkan di sejumlah bangunan yang akan dan sudah dibangun di program-program pemberdayaan (semacam Pamsimas, DAK, Sanimas, dll).
Cerita dan pertanyaan kritis desain universal
Terdapat cerita sederhana yang menarik dibawah ini dapat kita cermati dan diskusikan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dibawahnya.
Pertanyaan-pertanyaan kritis sebagai berikut:
- Apakah sarana air minum diatas sudah menerapkan prinsip desain universal?
- Apa yang seharusnya dilakukan agar desain teknis tersebut dapat digunakan oleh seluruh masyarakat?
- Apakah perlu adaptasi khusus dan penyesuaian yang wajar (reasonable recommendation) di sarana tersebut?
- Apakah isu biaya menjadi kendala?
- Bagaimana desain universal dapat membantu mewujudkan pencapaian target akses 100%?
Silakan melakukan diskusi dan merenungkannya, selanjutnya mari kita bertindak dan terlibat langsung dalam proses pembangunan bersama mereka. Ciaooo….
*) Referensi: Undang-undang Penyandang Disabilitas No.18 Tahun 2016, silakan klik: uu_no_8_2016
Salam,
Trimo Pamudji Al Djono (Direktur IPEHIJAU dan Konsultan Program Pemberdayaan Masyarakat)