Fakta di lapangan mengenai proses pengadaan barang/jasa
Hasil audit BPKP di Program Pamsimas dari tahun 2008–2014 ditemukan sebanyak 2.221 kasus pengadaan barang dan jasa dengan total nilai sebesar Rp.19,3 Milyar. Mencengangkan!
Jumlah kerugian sebesar tersebut menjadi beban pemerintah dan pengelola Pamsimas untuk turut bertanggung jawab dalam pengembaliannya. Temuan ini juga menjadi cerminan rendahnya kinerja pendampingan fasilitator kepada masyarakat terkait dengan lemahnya proses dan tahapan pengadaan barang/jasa di masyarakat.
Pengelola program Pamsimas menyatakan bahwa temuan-temuan tersebut terjadi dari tahun ke tahun dan semakin banyak dengan nilai yang semakin besar. Upaya yang dilakukan untuk melakukan pencegahan dan tindakan sangsi pun sudah dilakukan.
Beberapa temuan tersebut terindikasi disebabkan kesalahan prosedur dan lemahnya fasilitator memahami proses pengadaan barang dan jasa dengan benar. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dimulai sejak dari awal kegiatan seperti: pembentukan tim pengadaan tidak transparan, survey harga tidak dilakukan, salah pemaketan dan pemilihan metode pengadaan, serta pada saat pelaksanaan pengadaan dilakukan. Dalam situasi kegagalan proses pengadaan barang/jasa seperti ini, maka fasilitator dan tim pendamping lainnya harus ikut bertanggungjawab dan dapat dikenakan sangsi.
Esensi, prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa di masyarakat
Memperoleh barang dan jasa yang berkualitas dengan harga murah menjadi tujuan utama dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat masyarakat. Memilih pihak ketiga yang berkompeten dan ahli untuk membantu meghasilkan konstruksi bangunan berkualitas tinggi sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama pada bangunan-bangunan yang spesifik (misal deepwell atau sumur bor dalam) dimana masyarakat tidak mampu membangunnya sendiri.
Adakalanya ketersediaan barang dan jasa sangat terbatas di sejumlah lokasi, terutama di pedesaan terpencil, kepulauan, dan daerah sulit (remote area) sehingga menjadi hambatan utama memperoleh barang/jasa berkualitas dengan harga yang wajar. Ketersediaan informasi dan transportasi sangat minim ditambah dengan proses fasilitasi di masyarakat yang rendah membuat pelaksanaan kegiatan konstruksi terhambat, berkualitas buruk, dan ujungnya sarana yang dibangun cepat rusak dan tidak berfungsi. Masyarakat sangat dirugikan!
Sebenarnya untuk menyediakan informasi dan pemahaman mengenai proses pengadaan barang dan jasa cukup mudah dilakukan melalui fasilitasi oleh pelaku (dalam hal ini fasilitator). Namun sayangnya malah sering terjadi ketakutan dari para pendamping dengan alasan takut diaggap menggiring, mengarahkan, dan mengatur proses pengadaan. Bahkan temuan yang sering terjadi adalah memang adanya kesengajaan melakukan pengaturan pengadaan, baik secara langsung maupun tidak langsung dimana semua ini ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. Temuan dan pengaduan mengenai kecurangan dan penyalahgunaan dana pada proses pengadaan ini cukup banyak dilaporkan, terutama temuan oleh BPKP dan Bank Dunia. Pengaduan langsung melalui website, sms, dan media social pun sering muncul namun masih saja temuan-temuan tersebut berulang. Hal ini sungguh merupakan penistaan dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Selain memperoleh barang/jasa yang berkualitas dan murah, pemahaman terhadap tahapan proses pengadaan barang dan jasa mengurangi terjadinya risiko penyelewengan dana dan temuan-temuan negatif. Jika masyarakat dapat memperoleh harga yang murah (wajar), tentu berdampak positif pada penghematan anggaran biaya. Jika hemat, maka sejumlah unit bangunan dan jaringan perpipaan tentu akan bertambah volumenya. Otomatis sarana terbangun lebih banyak dan jumlah masyarakat yang memperoleh manfaat juga bertambah banyak.
Sejumlah temuan dan pengaduan terkait penyelewengan dana terkait pada proses pengadaan barang/jasa terutama didominasi oleh rendahnya tansparansi dan akuntabilitas. Kasus-kasus seperti pengaturan pemenang, pengaturan pemaketan, proses pengadaan dilakukan tertutup, tidak adanya pelaporan, dan mark-up harga adalah hal yang paling sering ditemukan. Permasalahan seperti itu menghasilkan bangunan yang berkualitas rendah dan cepat rusak. Temuan terhadap kasus-kasus tersebut telah berhasil diungkap oleh pihak-pihak berwenang, termasuk BPKP dan Bank Dunia agar jangan terulang lagi dan tidak merugikan masyarakat.
(Gambar: Warga menikmat air melalui sambungan rumah di Desa Temuwuh)
Desa bersaing untuk menjadi yang paling efisien dan efektif
Efisiensi pengadaan barang/jasa di masyarakat harus diusahakan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sesuai waktu yang ditentukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan istilah lain, efisien artinya dengan menggunakan sumber daya yang optimal dapat diperoleh barang/jasa dalam jumlah, kualitas, waktu sebagaimana yang direncanakan.
Agar efektif maka sumber daya yang tersedia yang diperoleh melalui pengadaan barang/jasa harus mempunyai nilai manfaat setinggi-tingginya. Manfaat setinggi-tingginya dalam uraian ini dapat berupa:
- Kualitas terbaik;
- Kuantitas terpenuhi;
- Penyerahan tepat waktu;
- Mampu bersinergi dengan barang/jasa lainnya; dan
- Terwujudnya dampak optimal terhadap keseluruhan pencapaian kebijakan atau program.
Dengan penerapan prinsip efektif maka pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
Penerapan prinsip efisien dan efektif ini seharusnya terus-menerus disosialisaikan kepada warga desa, tidak hanya pada pada panitia pengadaan barang namun seluruh pelaku program. Jika dilihat dalam konteks data Pamsimas, maka desa yang mempunyai dana sama namun menghasilkan jumlah penerima manfaat terbanyak maka itu yang dianggap paling efisien dan efektif.
Cerita kasus
Cerita kasus ini disajikan berdasarkan temuan dan pengalaman pribadi pada saat seringnya melakukan kunjungan ke lapangan. Cerita kasus ini sengaja dibuat untuk memperkaya materi dalam kegiatan pelatihan-pelatiham di semua level. Cerita kasus ini selanjutnya menjadi bahan diskusi oleh peserta, sekaligus pancingan untuk pengembangan diskusi menggali kasus-kasus lainnya dari temuan oleh peserta sendiri.
Cerita kasus 1: Dugaan Pengaturan Pemenang
Di Desa Waru diadakan proses pengadaan barang untuk pembelian sejumlah pipa, fittings, dan barang-barang mendukung Program Pamsimas. Proses pengadaan dilakukan dengan tertutup yang hanya diketahui Panitia Pengadaan. Tiba-tiba saja muncul CV. Permata sebagai pemenang yang diduga di datangkan oleh Pelaku Program diluar Panitia Pengadaan. Proses pengadaan hanya tinggal tanda tangan Kontrak (SPK) antara Panitia Pengadaan dan supplier.
Cerita kasus 2: Siapa pemenang sebenarnya?
Pelaku Program meminta kepada sejumlah supplier rekanannya untuk mendatangi desa-desa Pamsimas pada saat tahapan pengadaan barang akan dialkukan pada satu bulan berikutnya. Supplier membawa sejumlah brosur barang dan price list pipa/fittings SNI dan non SNI. Supplier menghubungi DC dan Fasilitator untuk turut membantu agar mereka menjadi pemenangnya. Supplier juga mendekati Kepala Desa di sejumlah desa Pamsimas. Masyarakat hanya tahu bahwa pipa yang digunakan adalah SNI yang sebenarnya mudah untuk mencarinya di ibukota kabupaten atau ibukota provinsi. Sementara itu pada sesi lainnya, para supplier mengatur dan membuat kesepakatan untuk bagi-bagi wilayah desa agar mereka menjadi pemenang dan sama-sama memperoleh keuntungan.
Dari cerita kasus diatas, selanjutnya dibuat pertanyaan-pertanyaan kritis berikut ini sebagai pedoman diskusi:
- Apa pendapat anda tentang kedua kasus diatas terkait dengan transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan?
- Bagaimana kasus tersebut membantu masyarakat memperoleh barang yang berkualitas dan harga yang wajar?
- Bagaimana seharusnya proses pengadaan dilakukan dengan benar?
- Bagaimana peran para pelaku dapat menjamin proses pengadaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan?
- Tindakan apa saja yang termasuk kategori pengaturan dalam pengadaan?
- Apa pentingnya masyarakat paham tentang tahapan proses pengadaan barang dan jasa?
- Bagaimana batasan pendampingan pelaku program terkait dengan etika pada proses pengadaan barang dan jasa?
Kesimpulan
Pengadaan barang/jasa diadakan pada hakikatnya untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan dengan kualitas yang baik, kuantitas yang cukup, terpenuhi persyaratan teknis, pelaksanaan pengadaan serta penyerahan barang/jasa yang tepat waktu, dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dengan mengikuti prinsip pengadaan berdasarkan metode dan proses pengadaan sesuai petunjuk teknis yang ditentukan.
Melalui pemahaman atas prinsip-prinsip dasar pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan (1) efisien, (2) efektif, (3) terbuka dan bersaing, (4) transparan, (5) adil/tidak diskriminatif, dan (6) akuntabel akan (a) mendorong praktek Pengadaan Barang/Jasa yang baik, (b) menekan kebocoran anggaran, (c) meningkatkan efisiensi penggunaan uang negara, dan (d) terwujudnya pemerintahan dan lembaga masyarakat yang bersih.
Salam,
Trimo Pamudji Al Djono
(Direktur IPEHIJAU dan Konsultan Pemberdayaan Masyarakat)