Berita beberapa minggu ini memang sangat heboh terkait dengan banyaknya bayi di Asmat yang meninggal dunia akibat campak. Ini merupakan kejadian luar biasa di Asmat dan kabupaten lainnya di Papua. Menjadi luar biasa karena ditayangkan di koran nasional cukup beken di halaman muka selama berhari-hari sehingga menjadi perhatian publik. Ironisnya kejadian ini dianggap biasa oleh dinas kesehatan setempat yang menganggap bahwa kasus-kasus semacam ini sudah biasa di Asmat. Bisa jadi mereka benar karena selama ini kejadian tersebut tidak sampai masuk berita nasional.
Krisis Air Bersih
Salah satu kendala terbesar yang dihadapi masyarakat Asmat, di Papua adalah penyediaan sarana air bersih. “Masyarakat Asmat itu tinggal di daerah dengan kondisi air payau. Akses air bersih sama sekali tidak ada. Ini harus kita perbaiki bersama. Untuk kebutuhan air bersih di RSUD Asmat saja sangat sulit,” kata Menteri Kesehatan beberapa waktu lalu saat berkunjung ke Asmat.
Pada kesempatan lain Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan penyediaan air bersih menjadi prioritas Satuan Tugas Kesehatan (Satgaskes) TNI dalam penanggulangan wabah penyakit dan gizi buruk di Asmat. Hal itu diungkapkan Hadi usai Upacara Pelepasan Satgaskes TNI di Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur pada Kamis (25/1/2018).”Itu yang bagian dari kita, penyediaan air bersih menjadi prioritas,” kata Hadi.
Kapuskes TNI Mayjen TNI dr. Ben Yura Rimba mengatakan bahwa personel Satgaskes yang berangkat pada Kamis (25/1/2018) telah dibekali dengan alat-alat penjernih air disamping obat-obatan dan pedoman-pedoma teknis lapangan.
“Jadi kita juga dibekali dengan alat-alat penjernih air, obat-obatan juga dengan seluruh pedoman-pedoman, petunjuk lapangan untuk mengantisipasi hal-hal demikian,” ujar Ben.
Sementara itu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya saat ini sedang berusaha agar air bersih dapat diakses di Kabupaten Asmat.
“Kami bisa mengambil dari long storage yang kita bikin atau sumur bor. Itu udah mau dibor semua di sana,” kata Basuki di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (1/2).
Basuki meyakinkan hal itu bisa dilakukan di Asmat. Sebab pihaknya telah melakukan hal yang sama di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Bahkan, kata Basuki, kualitas air bersih yang dihasilkan jauh lebih baik dibandingkan air minum kemasan yang biasa dijual.
“Itu rawa-rawa kita bor, itu hasilnya lebih bagus dari Aqua. Saya kira kita lagi selidiki bersama dengan Badan Geologi. Tapi alat bor sudah kita kirim ke sana. Di Merauke ada banyak sekali kita bor. Itu rawa juga,” paparnya.
Kementerian PUPR juga sedang mempertimbangkan untuk membangun rumah yang layak bagi warga Asmat. Bila pembangunan rumah jadi dilakukan, Basuki mengatakan akan membangun rumah yang lokasinya tidak jauh dari sumber air bersih.
“Air bersih sistemnya akan tersebar ke mana-mana, jadi kita diskusikan dengan mereka. Tidak mungkin kita merelokasi mereka jauh-jauh, tapi enggak mungkin kita ikuti mereka menyebar,” tuturnya.
Sebelum membangun rumah, pihaknya akan mendiskusikan hal ini dengan warga sekitar. Direncanakan akan ada 150 rumah yang dibangun, sementara akan ada seribu rumah yang diperbaiki.
Pada bagian lain, salah seorang ibu pasien ditanya oleh Menteri Kesehatan mengenai kondisi kebersihan di sekitar rumah dan tempat bermain anaknya. Pasien itu menjawab ada banyak lumpur yang menjadi tempat bermain sang anak, dan cuci tangan pakai sabun pun tidak biasa dilakukan.
“Kenapa tidak cuci tangan, kalau tangan kotor terus makan kan banyak kuman, cacing yang ikut kemakan sama anaknya. Biasakan cuci tangan,” kata Nila.
Hingga Kamis (25/1), jumlah pasien campak dan gizi buruk di RSUD Agats sebanyak 82 orang. Perinciannya, penderita campak tujuh pasien, gizi buruk 73 pasien, gizi buruk plus campak dua pasien, dan gizi kurang enam pasien. Secara keseluruhan jumlah pasien dari September 2017 hingga 23 Januari 2018 di Kabupaten Asmat yaitu campak sebanyak 646 pasien, gizi buruk 144 pasien, campak plus gizi buruk empat pasien, dan suspek campak 25 pasien.
Ada PAMSIMAS di Asmat
Walaupun saya tahu bahwa sudah sejak tahun 2014 bahwa di Kabupaten Asmat mengikuti Program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), namun saya masih yakin bahwa ada banyak masalah terkait air bersih dan sanitasi disana yang belum teratasi.
Tercatat sebanyak 25 desa telah membangun sarana air bersih dari dana Pamsimas dimana seharusnya sudah banyak warga yang terlayani oleh sarana SPAM walaupun masih sangat minim. Saya katakan minim karena SPAM terbangun masih berupa bak penampung air hujan yang dialirkan melalui perpipaan dengan panjang terbatassehingga tidak dapat menjangkau ke seluruh warga di setiap desa tersebut. Opsi teknologi SPAM seringkali diabaikan karena kondisi geografis yang sangat sulit. Permasalahan lainnya adalah rendahnya pendampingan oleh Tim Fasilitator yang menjaga kualitas kegiatan di desa. Tidak mudah mencari fasilitator di wilayah sulit seperti di Asmat yang mau bekerja dengan biaya seadanya.
Pada tahun 2017 desa Pamsimas bertambah sebanyak 15 desa yang membangun sarana SPAM baru, sedangkan pada awal tahun 2018 sedang dipersiapkan lagi desa lainnya di Asmat untuk memperoleh dana dari program yang sama. Selain itu biasanya terdapat program-program reguler dari Dinas PU setempat yang juga membangun sarana SPAM untuk menambah akses layanan.
Salam Hijau,
Trimo Pamudji Al Djono (Direktur Yayasan Inovasi Pembangunan Hijau dan Konsultan Lembaga Pembangunan International)
Catatan: referensi lainnya berita portal online