Tahapan Mencapai Akses 100% Air Minum di Desa Randulanang Kabupaten Klaten

Show all

Tahapan Mencapai Akses 100% Air Minum di Desa Randulanang Kabupaten Klaten

Sulit akses dan sulit membangun sumur dangkal
Desa Randulang Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten termasuk desa yang letaknya di dataran rendah, cenderung datar dengan ketinggian tidak lebih dari 300M dari permukaan laut. Jika dilihat di googlemaps, Desa Randulanang berada di bagian Selatan lereng Gunung Merapi. Letak geografis ini bisa jadi penyebab sulitnya warga membangun sumur gali sebagai sumber air baku di pemukimannya. Hal ini terbukti hanya terdapat beberapa sumur gali yang dipunyai oleh warga Desa Randulanang. Menurut cerita warga setempat, hanya warga yang mampu sanggup membangun sumur dangkal di rumahnya. Butuh biaya mahal untuk konstruksinya. Terkait dengan konstruksi, rata-rata sumur gali terbangun mempunyai kedalaman 40 meter hingga 60 meter dengan diameter 1,5 meter dan menggunakan pasangan batu kali. Pada saat musim hujan, permukaan air terlihat hingga kedalaman 40 meter, sedangkan pada saat kemarau sama sekali tidak ada air.
Pada saat melakukan kunjungan ke desa ini, saya mencoba menimba air menggunakan tambang dari karet yang masih terpasang di sumur bekas. Saya butuh waktu lebih 5 menit untuk mengangkat timba dari dasar hingga permukaan tanah. Di desa ini pada tahun 2006 hanya mempunyai 1-2 sumur di setiap dukuh yang digunakan lebih 3,000 jiwa. Tentu jumlah sumur ini tidak cukup sehingga banyak warga harus mengambil air dari sumber lainnya seperi sungai terdekat dengan berjalan kaki sejauh 1-2 Km.
Situasi diatas adalah gambaran mudah untuk membayangkan mengenai kondisi Desa Randulanang sebelum datangnya program air bersih. Cerita ini dipaparkan oleh Ketua BPSPAMS setempat, Bpk. Heriyanto dan beberapa warga desa pada saat kami kesana menyiapkan kunjungan tamu asing dari Delegasi Donor dan Borrower IDA (International Development Agency) pada awal Desember 2016. Tentu persiapan kedatangan ini perlu disampaikan dengan baik kepada tuan rumah agar turut membantu suksesnya acara.
randulanang1

(Gambar: Pintu gerbang masuk Desa Randulanang yang sekaligus sebagai bak penampung)

Tahapan pembangunan air minum
Bpk Haryanto menceritakan mengenai tahapan pembangunan di desanya dimana saat ini pelayanan air minum sudah meningkat jauh, bahkan sudah dikatakan hampir 100%. Pada tahun 2003, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kimpraswil menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membantu pembangunan sumur bor dalam (SBD). SBD ini dibangun oleh kontraktor swasta dan berhasil membangun sumur bor dengan kualitas cukup baik. Kapasitas sumur bor sebesar 3 liter/detik yang diperkirakan cukup untuk melayani ratusan keluarga. Sayang SBD ini tidak dilengkapi dengan perpipaan sehingga warga tetap harus mengambil air dan antri di bak penampung di dekat sumur bor tersebut. Pada situasi ini warga desa masih dianggap kesulitan memperoleh air bersih.
Pada tahun 2009, Desa Randulanang mendapatkan program Pamsimas melalui pengajuan proposal yang sudah dikirimkan ke Dinas PU Kabupaten Klaten setahun sebelumnya. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Pamsimas disalurkan langsung ke masyarakat melalui LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang digunakan untuk membangun sumur bor dalam (SBD) tambahan, tower bak penampung dan perpipaan distribusi ke pemukiman warga. Pembangunan tower dan perpipaan ini penting agar pelayanan dengan mudah menjangkau langsung ke warga. Selanjutnya secara bertahap BPSPAMS bersama warga sepakat untuk memasang sambungan rumah (SR). Saat itu sambungan rumah belum menggunakan meter air sehingga pemakaian belum terkontrol. Pada saat itu, Program Pamsimas (regular) ini berhasil meningkatkan akses air minum sebanyak 30% di Desa Randulanang.
Melalui pengelolaan yang baik oleh BPSPAMS “Sumber Urip”, Desa Randulanang secara perlahan tapi pasti dapat melakukan pengembangan jaringan, menambah penerima manfaat dan memperbaiki kinerja pengelolaannya. Selain itu capaian sanitasi berhasil mewujudkan desa ini menjadi desa yang terbebas dari buang air besar sembarangan (Stop BABS) dan meningkatkan promosi kesehatan di sekolah melalui pembangunan sarana cuci tangai pakai sabun (CTPS). Atas prestasinya tersebut, pada 2011 Desa Randulanang mendapatkan dana tambahan berupa Hibah Insentif Desa (HID) dari Program Pamsimas. Dana ini digunakan untuk mengembangkan jaringan perpipaan dan membangun bak penampung tambahan lagi. Pada saat akhir selesainya HID total akses air minum bertambah menjadi lebih 60% dan akses sanitasi sudah mencapai 100%.
Atas prestasinya dalam mengelola Pamsimas di desanya, Bp. Haryanto diangkat menjadi Ketua Asosiasi BPSPAMS Tingkat Kabupaten oleh BPSPAMS-BPSPAMS dari desa lain yang sama-sama memperoleh Pamsimas di Kabupaten Klaten.
Ada pertanyaan menarik jika melihat dari tahapan pembangunan ini, terutama mengenai siapa dulu yang diprioritaskan memperoleh layanan? Apakah orang miskin dulu, warga yang ikut kontribusi in-cash dan in-kind atau lainnyaSecara diplomatis Ketua BPSPAMS setempat mengatakan bahwa pembangunan di desa ini diprioritaskan lebih dulu kepada warga yang kurang mampu, selanjutnya berturut-turut ke warga yang menengah, dan yang paling akhir tentunya orang yang mampu. Hal ini dikarenakan pelayanan air minum yang mengacu pada jargon Universal Access yaitu harus melayani semua warga tanpa terkecuali kepada kelompok-kelompok tertentu.
Pentingnya peran BPSPAMS
Peran selanjutnya adalah upaya BPSPAMS Sumber Urip melakukan pengelolaan dan pengembangan sarana untuk mewujudkan pelayanan yang memadai sekaligus mencapai target100% akses. Tak henti-hentinya BPSPAMS melakukan inovasi guna meningkatan kinerjanya melalui berkolaborasi dengan berbabagi pihak. Di internal desa sendiri, Kepala Desa mendukung dibuatnya Sekretariat BPSPAMS yang berdampingan dengan kantor Bidan Desa yang dibangun di area Kantor Kepala Desa.
Pengelolaan iuran air oleh BPSPAMS dilakukan dengan baik dan transparan. Tidak ada tagihan dari masyarakat yang tertunda lebih dari 2 bulan. Jumlah pemasukan jauh lebih banyak dari pengeluaran sehingga sampai dengan saat dikunjungi oleh tamu asing. Pemasukan rata-rata tiap bulan sebesar Rp10 juta-Rp12 juta dan pengeluaran rata-rata Rp5 juta-Rp8 juta. Saldo saat terkumpul Rp136 juta dan pernah mencapai hampir Rp200 juta. Saldo setiap bulan selalu bertambah. Saldo ini pun sebenarnya sudah sebagian dipakai untuk membeli pompa submersible sebagai pengganti pompa lama yang harus diservice rutin dan penggantian pipa transmisi. Jumlah SR sebanyak 638 SR dari total 923KK. Walaupun nampak tidak semua KK mendapatkan air dari Pamsimas, hal ini dikarenakan ada beberapa SR yang dipakai oleh lebih dari 2 KK.
Kolaborasi mewujudkan akses 100%
BPSPAMS dan Kepala Desa mengatakan bahwa untuk mencapai target 100%, pengelolaan yang baik saja tidak cukup jika tidak disertai dengan kerjasama dan kolaborasi dari pihak lain. Kolaborasi dengan Pemda, Pemerintah Desa, program lainnya seperti PNPM, dan dengan warga desa diperlukan untuk suksesnya pengelolaan dan terwujudnya akses 100%. Berberapa program lainnya seperti program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari pusat ternyata juga membantu perbaikan akses sanitasi. Sejumlah sarana sanitasi yang tidak layak turut diganti dengan yang lebih layak bersamaan dengan pembangunan rumah bagi warga tidak mampu. Program-program lainnya bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) turut serta membantu Desa Randulanang mempercepat capaian 100% akses air minum dan sanitasi.
Desa Randulanang sudah nampak makmur, hijau royo-royo, gemah ripah loh jinawi dan hampir jalan-jalan di pemukiman desa semua beraspal. Setiap rumah sudah terpasang sambungan rumah lengkap dengan meter air. Walaupun semua nampak sempurna, BPSPAMS dan warga mengatakan bahwa mereka masih harus melakukan berbagai inovasi guna dapat memperbaiki dan mempertahankan layanan menjadi lebih baik. Semoga Desa Randulanang semakin maju, makmur dan sejahtera.
Sebagai tambahan, saat kunjungan ke desa saya merasa agak kesulitan mencari warga-warga yang dianggap masih susah memperoleh air bersih di Desa Randulanang. Bahkan ketika saya harus mencari rumah warga yang dianggap relatif tidak mampu (miskin) sebagai lokasi dialog dengan warga untuk melihat dampak perubahan, saya agak kesulitan. Semoga ke depan tiap kali kunjungan saya selalu memperoleh kesulitan-kesulitan mencari warga miskin di desa.
Salam,
Trimo Pamudji Al Djono
Kontributor lainnya: Haryanto (Ketua BSPAMS Sumber Urip dan Ketua Asosiasi BPSPAMS Kab. Klaten) dan Mirza Rofiq (DC Kab. Klaten)