CERITA TENTANG FASILITATOR & MONYET (REFLEKSI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP)
Cerita ini saya buat sebagai bahan ilustrasi untuk diskusi di pelatihan teknis kepada pendamping desa (fasilitator) mengenai upaya bijak dalam mengeksplorasi sumber mata air di desa untuk membangun sarana air bersih. Harapan dari diskusi adalah muncul perenungan tentang apa yang sudah mereka buat dan dampaknya terhadap perubahan lingkungan. Keterlibatan membangun desa tanpa merugikan lingkungan (flora dan fauna).
Begini ceritanya:
Sebuah desa yang sangat subur dan makmur terletak di dataran tinggi dan dekat kawasan hutan lebat. Terdapat banyak sumber air mengalir dari hutan menuju telaga, air yang mengalir nampak begitu jernih dan menyegarkan. Disitulah berkumpul banyak kawanan hewan menikmati air untuk hidupnya sehari-hari, tak terkecuali monyet dan burung yang terlihat lebih dominan daripada hewan lainnya disana.
Saat itu penduduk desa sudah cukup memperoleh air dari sisa-sisa aliran yang berasal dari sumber yang sama. Jika mau sedikit bersusah payah, penduduk desa dapat memperoleh air lebih banyak di sumber air yang sama dengan hewan-hewan tersebut dengan jalan kaki atau membuat kanal khusus.
Tahun berganti tahun, jumlah penduduk bertambah pesat dan desa semakin maju. Kebutuhan air bersih semakin banyak. Sementara air yang mengalir ke desa justru semakin turun jumlahnya. Penduduk desa berinisiatif membangun sarana air bersih dengan mengajukan usulan program ke pemerintah daerah. Program disetujui dan didanai oleh pemerintah daerah, sedangkan pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh masyarakat didampingi oleh fasilitator.
Tim Pendamping (Fasilitator) Desa melakukan musyawarah bersama penduduk setempat menentukan pilihan sarana air bersih yang akan dibangun. Mereka sepakat untuk mengambil air dari telaga di lokasi tempat tinggal monyet dan burung, dimana sumber itu satu-satunya yang dapat dialirkan ke desa. Warga sepakat membangun sistem pengaliran air menggunakan sistem perpipaan gravitasi.
Proses pembangunan dilaksanakan dengan baik melalui gotong-royong. Hasilnya, air mengalir cukup baik ke pemukiman desa. Penduduk senang karena tidak lagi kekurangan air, apalagi lebih mudah mendapatkan dari sebelumnya.
Sesekali penduduk desa naik ke hutan melakukan pembersihan bak penampung yang berada di sumber air.
Namun selang beberapa tahun kemudian warga sering kali sulit melihat kawanan monyet-monyet dan burung berkeliaran di telaga. Sebagian sumber air yang mengalirkan air ke telaga telah tertutup bangunan permanen dan sebagian lagi sumber air hilang entah kemana.
Pertanyaannya:
- Apa pendapat Anda mengenai cerita diatas?
- Bagaimana menurut Anda perencanaan yang baik mengenai pengambilan sumber air?
- Apa yang ada dalam benak penduduk dan fasilitator?
- Kira-kira apa yang ada dalam benak si monyet?
- Jika monyet tersebut dapat diajak diskusi, apa solusi terbaik yang disepakati?
Sembari diskusi, silakan tunjuk rekan Anda untuk jadi monyet. ?
Salam,
Trimo Pamudji Al Djono
(Water & Sanitation Specialist, bekerja di organisasi pembangunan international, founder IPEHIJAU.ORG)