Langkah Strategis Indonesia Menuju Pasar Karbon Global yang Kredibel dan Inklusif

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan Bapak Ary Sudijanto, Deputi Badan Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon di area Kantor KLHK Jakarta. Dalam pertemuan yang tanpa agenda bahasan karbon, saya sengaja menanyakan topi hangat ini ke beliau.
Indonesia menunjukkan komitmen yang semakin kuat dalam membangun pasar karbon yang kredibel dan menarik bagi investor global. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat integritas karbon nasional, sekaligus memperjelas arah dan manfaat dari investasi karbon bagi pembangunan berkelanjutan. Meski tantangan masih ada, seperti kebutuhan akan penguatan ekosistem pendukung dan peningkatan pemahaman pelaku usaha terhadap nilai ekonomi karbon, pemerintah terus mendorong reformasi yang inklusif dan berorientasi jangka panjang.
Capaian Indonesia dalam kontribusi penurunan emisi sesuai target NDC (Nationally Determined Contribution) menjadi bukti nyata dari upaya kolektif lintas sektor, terlebih dengan kondisi tanpa adanya kebakaran hutan besar dalam beberapa tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas dan komitmen untuk menjaga sektor kehutanan dan tata guna lahan sebagai tulang punggung mitigasi perubahan iklim.
Nature-Based Solutions (NBS) seperti rehabilitasi hutan, perlindungan ekosistem pesisir, dan agroforestry kini menjadi andalan Indonesia dalam menghadirkan nilai ekonomi karbon yang kompetitif, sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan. NBS tidak hanya menarik secara nilai jual karbon, tetapi juga menguatkan posisi Indonesia dalam arsitektur iklim global.
Sebagai langkah strategis, pemerintah akan segera menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan sejumlah standar internasional, seperti Gold Standard dan Verra. Untuk standar internasional lainnya (seperti Plan Vivo, Puro Eart, ART TRESS, dll), pemerintah membuka peluang yang sama selama mereka bersedia bersepakat dan mengikuti proses MRA yang ditetapkan. Ini mencerminkan keterbukaan dan fleksibilitas Indonesia dalam menjalin kerja sama internasional yang sejalan dengan prinsip integritas dan transparansi.
Pemerintah melalui Bapak Ary Sudijanto, Deputi Badan Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon, juga menegaskan bahwa Nilai Ekonomi Karbon (NEK) merupakan instrumen insentif dan pendanaan yang penting dalam mendukung upaya pengendalian perubahan iklim, baik untuk mitigasi maupun adaptasi. Hal ini memperkuat peran NEK sebagai mekanisme nyata untuk mempercepat transisi menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim.
Salam,
Trimo Pamudi Al Djono (Ketua Yayasan Ipehijau)